Baru-baru ini publik dihebohkan dengan kabar efek samping langka dari vaksin Covid-19 AstraZeneca. Jenis vaksin ini hadir dan mulai digunakan di Indonesia pada 2021 lalu, saat Covid-19 tengah mengganas.
Kabar ini bermula dari media luar negeri, The Independent yang mengabarkan bahwa raksasa farmasi AstraZeneca mengakui bahwa vaksin Covid yang banyak digunakan dengan merek Covishield dapat menyebabkan efek samping yang jarang terjadi, termasuk pembekuan darah dan jumlah trombosit yang rendah.
Covishield dikembangkan oleh perusahaan Inggris-Swedia yang bekerja sama dengan Universitas Oxford, Inggris dan diproduksi oleh Serum Institute of India. Vaksin ini dikelola secara luas di lebih dari 150 negara, termasuk Inggris dan India.
Beberapa penelitian yang dilakukan selama pandemi menunjukkan, vaksin tersebut 60-80 persen efektif dalam melindungi dari virus corona baru. Namun, penelitian menemukan Covishield dapat menyebabkan beberapa orang mengalami pembekuan darah, yang mungkin berakibat fatal.
Gugatan class action yang diajukan di Inggris mengklaim bahwa vaksin tersebut menyebabkan kematian dan cedera parah serta meminta ganti rugi hingga 100 juta Pound sterling untuk sekitar 50 korban.
Ada salah satu penggugat menuduh bahwa vaksin ini penyebab ia mengalami cedera otak permanen setelah ia mengalami pembekuan darah yang membuatnya tidak bisa bekerja. Meski AstraZeneca telah membantah klaim ini, mereka untuk pertama kalinya mengakui dalam satu dokumen pengadilan bahwa vaksin tersebut memang bisa menyebabkan TTS, namun sangat jarang terjadi.
“Diakui bahwa vaksin AZ, dalam kasus yang sangat jarang, dapat menyebabkan TTS. Mekanisme penyebabnya tidak diketahui,” kata perusahaan itu dalam dokumen pengadilan pada bulan Februari, The Telegraph melaporkan.
Efek Samping Covid-19 AstraZeneca
Ilustrasi vaksin/Foto: Getty Images/iStockphoto
Efek samping yang dimaksud dalah Thrombosis Thrombocytopenia Syndrome (TTS). Hal ini pun telah disampaikan oleh WHO.
“Efek samping yang sangat langka yang disebut Sindrom Trombosis dengan Trombositopenia, yang melibatkan kejadian pembekuan darah yang tidak biasa dan parah terkait dengan jumlah trombosit yang rendah, telah dilaporkan setelah vaksinasi dengan vaksin ini,” kata WHO.
Menurut Dewan Organisasi Ilmu Kedokteran Internasional, efek samping yang sangat jarang dilaporkan terjadi pada kurang dari 1 dalam 10 ribu kasus.
Namun, WHO mengatakan manfaat vaksinasi dalam melindungi dari paparan Covid-19 jauh lebih besar, dibanding dengan risikonya.
“Di negara-negara dengan penularan SARS-CoV-2 yang sedang berlangsung, manfaat vaksinasi dalam melindungi terhadap COVID-19 jauh lebih besar daripada risikonya,” tambah WHO.
Mengutip detikHealth, dr Vito A Damay, SpJP(K), MKes, AIFO-K, FIHA, FICA, FAsCC menjelaskan, biasanya TTS dipicu oleh reaksi imun yang tak biasa saat sistem imun seseorang salah mengidentifikasi komponen tertentu dalam vaksin sebagai ancaman dan tak sengaja menyerang trombosit.
Adapun beberapa gejala TTS menurut dr Vito adalah sebagai berikut:
- Nyeri dada yang persisten
- Sesak napas
- Pembengkakan pada kaki
- Sakit kepala persisten yang berkepanjangan
- Penglihatan kabur
- Petechiae atau pendarahan kecil di bawah kulit yang terlihat seperti ruam.
Penjelasan BPOM Terkait Efek Samping Langka Vaksin Covid-19 AstraZeneca
Ilustrasi vaksin/Foto: Getty Images/iStockphoto
Ramainya hal ini membuat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) angkat bicara.
“EUA Vaksin COVID-19 AstraZeneca disetujui BPOM pada 22 Februari 2021 dan lebih dari 73 juta dosisnya telah digunakan dalam program vaksinasi di Indonesia,” tulis BPOM dalam keterangan tertulis, Minggu (5/5/2024).
“Pemantauan keamanan vaksin di Indonesia juga dilakukan oleh Kementerian Kesehatan bersama dengan Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KOMNAS PP KIPI). Pemantauan ini termasuk pelaksanaan surveilans aktif terhadap Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK) pada program vaksinasi COVID-19 selama periode Maret 2021–Juli 2022 pada 14 rumah sakit sentinel (lokasi pelaksanaan surveilan aktif) di 7 provinsi di Indonesia,” lanjutnya.
Ada 5 poin penting dari hasil kajian BPOM, Kementerian Kesehatan, dan KOMNAS PP KIPI terhadap surveilan aktif dan rutin terkait keamanan vaksin COVID-19 Astra Zeneca, yakni sebagai berikut:
- Manfaat pemberian vaksin COVID-19 AstraZeneca lebih besar daripada risiko efek samping yang ditimbulkan.
- Hingga April 2024, tidak terdapat laporan kejadian terkait keamanan termasuk kejadian TTS di Indonesia yang berhubungan dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca.
- Hasil kajian WHO menunjukkan bahwa kejadian TTS yang berhubungan dengan vaksin COVID-19 AstraZeneca dikategorikan sebagai sangat jarang/very rare (kurang dari 1 kasus dalam 10.000 kejadian).
- Kejadian TTS yang sangat jarang tersebut terjadi pada periode 4 sampai dengan 42 hari setelah pemberian dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca. Apabila terjadi di luar periode tersebut, maka kejadian TTS tidak terkait dengan penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca.
- Pemantauan terhadap keamanan vaksin COVID-19 AstraZeneca masih terus dilaksanakan dalam bentuk surveilans rutin selama penggunaan vaksin ini dalam program imunisasi.
Lebih lanjut, BPOM mengatakan bahwa saat ini vaksin Covid-19 AstraZeneca sudah tidak digunakan lagi dalam program vaksinasi/imunisasi. Bahkan, dari penelusuran oleh BPOM pun saat ini vaksin jenis tersebut sudah tidak beredar di Indonesia.
Meski demikian, BPOM, Kemenkes, dan KOMNAS PP KIPI terus memantau keamanan vaksin yang digunakan di Indonesia dan menindaklanjuti setiap isu kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI). BPOM mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan efek samping yang timbul setelah penggunaan vaksin dalam program imunisasi kepada tenaga kesehatan sebagai bagian dari pemantauan farmakovigilans.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di lumpkinsjail? Yuk, gabung ke komunitas pembaca lumpkinsjail, Lumpkinsjail.org. Caranya DAFTAR DI SINI!
(ria/ria)