LUMPKINSJAIL.ORG, Jakarta – Wisatawan yang mengunjungi Kota Yogyakarta pekan ini bisa mampir sejenak ke Taman Budaya Yogyakarta atau TBY. Lokasinya berada dekat Jalan Malioboro, persis di belakang wahana Taman Pintar-Benteng Vredeburg. Di taman itu, pada 14-22 Mei ada pameran bertajuk Jumangkah yang digelar para seniman difabel dalam event Suluh Sumurup Art Festival (SSAF) 2024.
Tahun ini tercatat 72 seniman difabel dari berbagai daerah yang terlibat, tidak hanya Yogyakarta. Tercatat ada 202 karya seni ditampilkan pada pameran itu, mulai karya seni lukis, patung, kriya, dan eksperimental.
Sejumlah karya unik dapat disaksikan pengunjung dalam pameran itu, salah satunya replika truk bergambar karikatur Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan kalimat menyentuh “Merendahkan Manusia berarti Merendahkan dan Menistakan Penciptanya” pada bagian baknya.
Sejumlah karya seniman difabel dari berbagai provinsi di Indonesia ditampilkan dalam pameran bertajuk Jumangkah di Taman Budaya Yogyakarta 14-22 Mei 2024. Tempo/Pribadi Wicaksono
Tak hanya itu, ada pula sebuah lukisan berjudul Bahasa Isyarat Adalah Bahasa Kami yang dibuat seniman Bagaskara Maharastu Pradigdaya Irawan.
Dalam lukisan berlatar dominan warna gelap itu tergambar sejumlah figur manusia bermata sendu seolah hendak berbicara namun mulutnya tertutup seluruhnya hingga hanya tampak seperti tersenyum.
Ruang Inklusi Bagi Difabel
Kepala Taman Budaya Yogyakarta Purwiyati mengatakan event Suluh Sumurup Art Festival 2024 dengan tema Jumangkah ini wujud ruang inklusi bagi difabel untuk bergerak melalui seni rupa.
“Di TBY ini kami sudah melengkapi sarana ramah difabel, melalui event ini kami menguatkan misi untuk menyediakan ruang para seniman difabel berkarya dan bisa disaksikan publik luas, termasuk wisatawan yang berkunjung,” kata dia.
Gelaran itu tak hanya berisi pameran seni rupa, ada juga Workshop Bahasa Isyarat, Workshop Batik Eco Print, UMKM Corner, Pertunjukan, Galeri Tour hingga Artis Talk. Selain itu, ada pertunjukkan musik, teater dan pameran UMKM yang seluruhnya dilakukan oleh kalangan difabel.
Sukri Budi Dharma, seniman yang juga Ketua Jogja Disability Art (JDA) mengatakan bahwa event ini diikuti disabilitas pelaku seni dari 12 provinsi di Indonesia. Selain Yogyakarta, ada pula peserta dari Bengkulu, Lampung, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, dan Maluku.
Makna Jumangkah
Nano Warsono, tim kurator pameran itu mengatakan Jumangkah merupakan sebuah kata bahasa Jawa yang berarti mulai melangkah atau mulai mengerjakan. Kata ini berasal dari kata dasar “jangkah” yang mendapatkan sisipan “um”, menjadi “jumangkah”.
“‘Jangkah’ (bahasa Jawa) artinya jarak antara kaki kanan dan kaki kiri saat melangkah, langkah/melangkah. Jumangkah di sini berarti sebuah proses memulai langkah dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan kemampuan diri,” kata dia.
Secara metafora, kata dia, “jangkah” diartikan sebagai menuju cita-cita. Dalam Bahasa Jawa ada istilah jangka dan jangkah. Keduanya saling terkait.
“‘Jangka’ diartikan sebagai cita-cita atau harapan. Sedangkan ‘Jangkah’, artinya melakukan sesuatu untuk mencapai cita-cita,” kata dia.
Budi Irawanto, salah satu tim kurator lainnya mengatakan peserta pameran mewakili spektrum disabilitas luas. Tak hanya laki-laki tapi juga perempuan.
“Kami berharap dari event ini masyarakat secara luas bisa melihat bahwa karya difabel ini bisa sangat luar biasa,” kata dia.
Pilihan Editor: Intip Kisah UMKM Lokal yang Bantu Berdayakan Difabel, Perempuan dan Petani
PRIBADI WICAKSONO
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika