Hadirnya beragam media sosial dengan berbagai fitur yang menarik jadi daya tarik tersendiri bagi para influencer atau kreator untuk berkarya. Tak jarang, ibu muda turut melibatkan anaknya dalam konten yang dibuatnya.
Tentu membagikan konten adalah hal yang wajar, tapi perlu jadi pertimbangan supaya jangan sampai ada konten-konten yang dinilai kontroversi dengan tujuan popularitas belaka, apalagi melibatkan anak-anak.
Dikutip dari penelitian psikolog klinis Laura Kirby, situs Verywellmind, dan Wall Street Journal, berikut hal-hal yang patut disimak saat membuat konten bersama anak, supaya kontennya asik tapi tetap bermanfaat.
1.Hindari ‘Oversharenting’
Hindari Oversharenting/Foto: Freepik.com/Freepik
|
Ketika orang tua mengunggah konten tentang anaknya ke dalam platform media sosial, kegiatan ini dikenal dengan istilah ‘Sharenting’. Berasal dari kata sharing, yaitu berbagi dan parenting. Meskipun konten yang dimuat adalah konten yang berisi prestasi, pencapaian dan cerita sukses sang anak yang berhasil pada suatu hal, sebaiknya konten diunggah secukupnya.
Kamu tidak perlu mengunggah secara berlebihan hingga berkali-kali, padahal konten yang diunggah masih dengan tema yang sama. Bahkan kamu tidak perlu memaksa anak yang misalnya sangat cerdas dalam permainan musik, untuk membuat konten video saat bermain musik dan bernyanyi dengan frekuensi yang berlebihan.
Selain itu, saat mengunggah, Beauties juga dapat mempertimbangkan untuk menggunakan nama panggung atau nama asli anak, karena beberapa hal seperti privasi anak juga perlu dipertimbangkan. Misalnya tidak menuliskan nama lengkap anak.
2. Berpikir dan Tanya Pada Diri Sendiri Sebelum Mengunggah Konten
Berpikir dan Tanya Pada Diri Sendiri Sebelum Mengunggah Konten/Foto: Freepik.com/Freepik
Sama halnya seperti kamu membagikan foto atau video pribadimu ke media sosial, pasti kamu berpikir dan menduga terlebih dahulu apa respon yang kira-kira muncul dari teman-temanmu di media online.
Sebagai seorang ibu, kamu pun perlu bertanya pada dirimu sendiri, apa tujuanmu mengunggah video atau foto, serta konten lainnya tentang anak di media sosial. Jika tujuannya hanya untuk mendongkrak popularitas atau demi viral belaka, maka Beauties perlu mempertimbangkannya lagi.
Lalu, perlu dipikirkan juga tentang tema dan isi konten yang akan dibagikan. Apakah berisi prestasi anak, momen keakraban anak bersama keluarga atau teman-temannya, dan perkirakan juga apa tanggapan anak ketika tahu bahwa konten tentang dirinya akan dimuat di media sosial. Kamu juga perlu memprediksi apa saja komentar orang-orang di dunia maya ketika kamu mengunggah konten tentang sang anak.
3. Tidak Memuat Konten yang Negatif
Tidak Memuat Konten yang Negatif/Foto: Freepik.com/Freepik
Tentu hal yang wajar jika sebagai orang tua, Beauties bangga dengan segudang prestasi yang diraih anak dan ingin membagikan pencapaian tersebut di media sosial. Terlebih jika mampu menginspirasi ibu dan anak-anak lainnya.
Namun, jangan sampai kamu memuat juga perilaku sang anak ketika sedang merasa kesal dengan temannya, mengekspresikan emosi negatif yang meletup-letup hingga menjadi tontonan banyak orang yang bahkan bisa jadi tidak kamu kenali di media sosial. Orang lain dapat melihatnya dari berbagai sudut pandang.
Mungkin kamu melihat bahwa konten yang kamu unggah akan menginspirasi banyak orang, lewat menunjukkan proses sang anak dari minder menjadi percaya diri, tapi orang lain dapat memiliki pandangan yang berbeda. Misalnya saat melihat anak menangis atau tantrum dan melampiaskan rasa kecewanya.
Terlebih jika memuat konten yang berbau kontroversi. Bisa jadi, konten tersebut cepat menuai jumlah likes dan banjir komentar hingga cepat viral, tapi tentu kamu akan dinilai sebagai influencer yang hanya mementingkan popularitas bukan kualitas. Apalagi jika hal ini akan berdampak negatif pada sang anak.
4. Dikusi dan Bertanya Persetujuan dari Anak
Dikusi dan Dapatkan Persetujuan dari Anak/Foto: Freepik.com/Freepik
Sebaiknya, orang tua juga bertanya kepada anak saat akan membagikan konten di media sosial. Jika anak sudah cukup besar, seperti sudah memasuki usia SD atau di TK akhir, Beauties dapat mengajaknya berdiskusi. Jika anak masih terlalu kecil, kamu dapat mempertimbangkannya secara mandiri dan dewasa sebelum mengunggah konten tentang anak.
Sekali pun hal yang diunggah ke media sosial adalah konten yang membanggakan, tapi anak bisa jadi memiliki sudut pandang yang berbeda. Jadi, ketika anak tidak ingin kontennya dibagikan dan merasa tidak nyaman, tentu sebagai ibu perlu memahami dan tidak perlu memaksanya apalagi membagikannya secara diam-diam dengan berbagai alasan.
Orangtua dapat berdialog dengan anak dengan menggali cerita dari anak ketika meminta persetujuan anak. Kamu perlu memberi ruang terbuka untuk sang anak bercerita dengan bebas. Momen ini dapat kamu gunakan untuk mengenal anakmu lebih dalam. Cobalah untuk berlatih dan berpikir dengan sudut pandang sang anak, bukan hanya dari diri sendiri sebagai orang dewasa.
5. Berani Minta Maaf
Berani Minta Maaf/Foto: Freepik.com/Freepik
Ketika hal yang kamu unggah ke dalam media sosial tiba-tiba membuat anak marah dan kecewa di kemudian hari, kamu perlu untuk meminta maaf pada anak. Sebagai orang tua, sebaiknya Beauties mampu menjadi contoh dan menggunakan setiap kesempatan dengan anak untuk membangun kepercayaan satu sama lain.
Termasuk mengakui kesalahan jika ada bagian konten yang terlewat dan belum meminta persetujuan dari anak karena sebagai orangtua bisa saja lupa atau ada hal lainnya. Butuh keterbukaan demi menjaga kualitas hubungan dengan anak.
Oke, Beauties berikut panduan wajib yang sangat direkomendasikan untuk kamu terapkan, supaya dapat membuat konten tentang anak yang inspiratif tapi tidak merugikan sang anak.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di lumpkinsjail? Yuk gabung ke komunitas pembaca lumpkinsjail Lumpkinsjail.org.
(dmh/dmh)