Berita

6 Mitos yang Sering Didengar tentang Gen Z, Pemalas dan Banyak Mau?

×

6 Mitos yang Sering Didengar tentang Gen Z, Pemalas dan Banyak Mau?

Share this article


Seperti yang diketahui, Generasi Z atau biasa disebut Gen Z merupakan orang-orang yang lahir dari tahun 1997-2010. Namun, akhir-akhir ini, banyak sekali perdebatan atau miskonsepsi yang mengatasnamakan Gen Z.

Salah satunya yang sedang hangat dibicarakan beberapa waktu lalu adalah video TikTok seorang perempuan yang diketahui sebagai HR di salah satu perusahaan pialang. Dalam video tersebut, perempuan ini mengkritisi pengalamannya saat wawancara kerja dengan Gen Z karena menanyakan mess karyawan, tidak mau ditempatkan di sales atau telemarketing, dan menganggap bahwa semua pekerjaan harus mencari nasabah.

Padahal, dalam mencari pekerjaan, baik pelamar maupun rekruter sama-sama membutuhkan, sehingga wajar jika pelamar membutuhkan informasi terkait pekerjaan tersebut. 

Nah, selain itu, apa saja miskonsepsi yang sering ditujukan pada Gen Z? Berikut contoh-contohnya sebagaimana dilansir dari Woke Waves!

1. Gen Z Tidak Suka Bersosialisasi

Ilustrasi/Foto: Freepik

Gen Z yang melek teknologi sering disalahpahami kurang suka bersosialisasi secara langsung karena terlalu lama berkutat dengan gadget masing-masing.

Padahal, berdasarkan beberapa riset, Gen Z menggunakan teknologi untuk memperluas koneksi, seperti berhubungan dengan teman lama, bertemu orang baru, dan mengekspresikan diri secara kreatif. Selain itu, Gen Z sering menggunakan gawainya untuk mengatur jadwal dengan kolega maupun rekannya secara tatap muka melalui fitur personal chat atau group chat.

Pendapat ini juga didukung dengan pernyataan Dr. Lisa Strohman, seorang psikolog klinis sekaligus pendiri Digital Citizen Academy, “Generasi Z mungkin menjadi generasi pertama yang tumbuh bersama ponsel pintar, namun mereka juga menggunakannya sebagai alat untuk memperluas koneksinya dengan orang lain maupun dunia secara bermakna.”

2. Gen Z Pemalas

Ilustrasi/Foto: Freepik/benzoix

Selain itu, banyak stigma yang ditujukan kepada Gen Z bahwa mereka cenderung pemalas. Padahal, Gen Z hanya cenderung mengedepankan fleksibilitas, work-life balance, dan pekerjaan yang sejalan dengan minat mereka. Ini bukanlah tanda kemalasan, namun inilah cara mereka membangun karier yang memuaskan bagi mereka.

Gen Z juga memasuki dunia kerja dengan tujuan dan keinginan untuk membuat perubahan. Mereka tidak menunggu kesempatan baru, namun menciptakan kesempatan itu sendiri.

3. Gen-Z Memiliki Konsentrasi yang Rendah

Ilustrasi/Foto: Freepik/benzoix

Seiring berkembangnya teknologi, Gen Z sering kali dianggap memiliki daya konsentrasi lebih rendah karena terlalu banyak berkutat dengan media sosial. Meski Gen Z dapat menyerap informasi dengan cepat dan lebih menyukai komunikasi yang ringkas, hal ini bukan berarti mereka tidak paham.

Ketika terlibat dalam suatu tugas, Gen Z akan memusatkan perhatiannya dan mendalami bidang yang ia minati. Mereka juga dapat melakukan berbagai tugas secara efisien. 

Gen Z yang lebih menyukai sesuatu serba cepat mempengaruhi cara mereka belajar dan menerima informasi. Kemampuan adaptasi yang baik ini merupakan kekuatan bagi Gen Z dalam mengatasi situasi yang serba cepat.

Hal ini diperkuat dengan pendapat dari seorang ahli pendidikan global, Jordan Shapiro, yang mengatakan,  “Kemampuan memproses informasi secara cepat oleh Gen Z menandakan adanya fleksibilitas kognitif, bukan kurang fokus. Mereka juga mahir menilai dan menggunakan berbagai sumber informasi, dimana keahlian ini sangat berharga di kehidupan terkini yang penuh informasi.”

4. Gen Z Tidak Tertarik Menjalin Hubungan Jangka Panjang
Ilustrasi pasangan yang sedang asik mengobrol perihal finansial dalam diri dan pasangan/foto: pexels.com/katerina holmes

Ilustrasi/Foto: pexels.com/katerina holmes

Miskonsepsi selanjutnya tentang Gen Z adalah anggapan bahwa mereka hanya tertarik menjalin hubungan biasa, yang dipengaruhi oleh keberadaan dating apps dan koneksi sosial media yang sementara.

Terlepas dari itu, banyak Gen Z justru mencari hubungan yang stabil dan mendalam. Mereka sering menggunakan teknologi sebagai sarana untuk menjalin hubungan mendalam dan mencari kecocokan sebelum benar-benar berkomitmen, bukan menghindari komitmen tersebut.

Gen Z juga menghargai transparansi dan komunikasi yang baik dalam sebuah hubungan, baik itu hubungan platonik, romantis, maupun profesional. Mereka pun lebih senang mendiskusikan terkait batasan, kesehatan mental, dan nilai-nilai yang dianut  sejak awal menjalin hubungan, agar mereka dapat membangun pemahaman dan rasa hormat untuk jangka panjang.

5. Gen Z Tidak Peduli dengan Privasi

Ilustrasi/Foto: Freepik

Meski Gen Z cenderung lebih aktif di media sosial, bukan berarti mereka tidak memedulikan privasi. Justru, banyak dari mereka yang sadar akan dampak jangka panjang dari jejak digital dan lebih selektif dalam mengunggah sesuatu secara daring.

Gen Z menggunakan pengaturan privasi dengan lebih cermat dibandingkan generasi sebelumnya dan lebih memilih menggunakan platform dengan keamanan berlapis.

Seorang pengacara privasi dan konsultan, Tiffany Li menjelaskan, “Gen Z menghargai privasi seperti generasi lainnya. Pemakaian gadget yang lebih sering membuat mereka lebih teredukasi dan peduli tentang bagaimana informasi mereka digunakan serta dibagikan.”

6. Gen Z adalah Aktivis

Ilustrasi/Foto: Freepik/benzoix

Meski benar bahwa Gen Z lebih menunjukkan ketertarikan terhadap aktivisme, khususnya isu sosial dan lingkungan, namun nampaknya melabelkan bahwa semua Gen Z adalah aktivis terdengar berlebihan.

Banyak dari Gen Z yang memang memilih untuk terlibat aktif untuk mengedukasi dan memobilisasi perubahan, namun ada juga yang lebih memilih mendukung secara pasif melalui donasi atau kesadaran pribadi.

Keterlibatan mereka terhadap suatu isu akan bervariasi berdasarkan kondisi, sumber daya, dan minat pribadi mereka. Menurut Jamie Margolin, seorang aktivis iklim Amerika, “Tidak semua Gen Z merupakan aktivis, namun sebagian besar dari mereka sudah memiliki informasi dan motivasi yang tinggi terkait isu-isu yang mereka pedulikan, sehingga mendorong mereka untuk mengambil tindakan dengan berbagai cara.”

Dengan memahami miskonsepsi ini, Beauties dapat mengerti dinamika dari Gen Z. Setiap generasi memiliki tantangan, pengalaman, dan karakteristiknya sendiri, sehingga alangkah baiknya setiap generasi dapat hidup berdampingan dan saling menghargai.

Semoga hal ini dapat menjadi pemahaman bagi Beauties yang bukan Gen Z dan menjadi penyemangat bagi Beauties yang merupakan Gen Z, ya!

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di lumpkinsjail? Yuk, gabung ke komunitas pembaca lumpkinsjail, Lumpkinsjail.org.

(naq/naq)



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *