LUMPKINSJAIL.ORG, Jakarta – Banyak cara merefleksikan momen Hari Anak Nasional yang jatuh hari ini, 23 Juli, salah satunya mengunggah foto buku-buku anak yang dilakukan Komunitas Membaca Raden Saleh di WhatsApp Group.
Sejumlah peminat buku di klub baca “Pangeran dari Timur” atas inisiatif admin grup Endah Sulwesi memamerkan koleksi buku anak yang dimiliki. Baik itu yang pernah dibaca di masa lalu atau yang kini merupakan bacaan anak-anaknya atau adik-adik kecilnya. Begitu pula dengan penulis dan sastrawan Kurnia Effendi yang turut melakukan pameran, tetapi bukan merupakan koleksi pribadi atau koleksi anak-anak yang masing-masing memiliki rak buku khusus.
Merujuk pada buku kumpulan cerita pengalaman Pandu Wijaya dan Septian Tito selama tiga bulan di Korea Selatan dengan tajuk Berjemur di Tepi Sungai Gyeongsan, satu hal yang sangat menarik dan berharga adalah informasi mengenai perhatian pemerintah Korea Selatan terhadap anak-anak. Kepada mereka yang sedang tumbuh sejak batita itu diberikan ruang bermain dan pendidikan yang selain nyaman juga ramah dan mengandung edukasi tanpa tekanan.
“Bagaimana halnya di Indonesia? Yang lebih keras terdengar adalah perebutan kekuasaan dan klaim-klaim politik yang lebih membuat keterpecahan lantaran ambisi orang tua ketimbang kebersatuan tujuan memperoleh kebahagiaan semua warganya, terutama pembentukan bibit unggul untuk masa depan yang selalu menjadi jargon “lebih baik”. Taman-taman RPETRA hanya titik kecil yang mungkin juga tidak berkelanjutan. Mana ada museum untuk anak-anak di setiap (minimal) ibu kota provinsi?” ucap Kurnia melalui tulisannya yang ia unggah di media sosial.
Cara Kurnia Effendi Mencinta Buku
Peluncuran buku kumpulan cerita pendek “Kota Yang Akan Dihapus Dari Ingatan”, menjadi salah satu rangkaian ulang tahun Komunitas Nulis Aja Dulu/Foto: Doc/ Istimewa
Kurnia pun seperti kilas balik di masa kecil yang menjadi pembaca rakus, ia telah membaca buku atau teks yang melampaui umur selazimnya. Orang tuanya tidak pernah menyeleksi bacaan saya, apalagi mengatur hanya boleh baca ini dan itu. Oleh sebab itu, cerita bersambung “Api di Bukit Menoreh” karya SH Mintardja di Kedaulatan Rakyat menjadi bacaan rutin setiap hari di rumah sejak ia kelas 4 SD.
Ditambah lagi Kurnia juga gemar membaca koran sejak kecil yang kemudian sang ayah pun menghadiahi buku cerita anak untuknya berjudu “Tabah si Anak Laut” karya Adam Hamzah, pemenang lomba novel anak yang diselenggarakan oleh Kedaulatan Rakyat 1971, merupakan buku pertama yang ia miliki secara pribadi hadiah dari sang Ayah.
“Saya gembira. Namun, saya bukan pembeli buku karena orang tua tidak pernah sengaja membawa saya ke toko buku sebagaimana kami membawa anak-anak setiap bulan ke Gramedia untuk bebas membeli buku sejak pertengahan tahun 90-an,” tulis pria kelahiran 20 Oktober 1960 ini.
Puluhan tahun kemudian, setelah berpuluh atau beratus cerita ia tulis, ada pertanyaan yang mewakili pertanyaan orang lain untuknya. Dari mana bisa menulis? Padahal, ia mengaku tidak berguru kepada siapa-siapa, selain karena gemar membaca berbagai gaya bercerita.
“Apakah karena guru saya di SMP, Pak Susanto yang menemukan bakat saya menulis? Seharusnya ada DNA dari orang tua, tetapi saya tidak pernah melihat Ayah dan Ibu getol membaca selain koran langganan dan majalah yang dibelinya. Ooo … akhirnya menyadari bahwa saya memiliki nenek pendongeng. Sastra lisan, pada mulanya. Setelah Nenek kehabisan dongeng, saya mencari sendiri,” tulisnya.
Kini, project terbarunya tentang literasi anak ia bersama penulis lainnya Iksaka Bamu ditugasi oleh Badan Bahasa untuk menulis novel semifiksi mengenai Merdeka Belajar episode 23 yang berupa pengiriman Buku Bacaan Bermutu untuk anak-anak SD dan PAUD di kawasan 3T (terluar, terdepan, tertinggal). Ada 15 juta lebih eksemplar buku bacaan anak untuk 20 ribu sekolah. Luar biasa. Apakah novel semifiksi itu menjadi bacaan untuk anak-anak? Novel kiprah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang dikelola Badan Bahasa itu bacaan untuk dewasa, tetapi mengena buku anak.
Menyoal minat baca, menurut Kurnia, anak-anak terhadap buku tidak otomatis tertarik karena buku membisu dan tidak bergerak. Maka diperlukan orang dewasa menjembatani.
“Dengan membaca nyaring atau dibacakan buku sebelum tidur akan memancing rasa ingin tahu setelah dia bisa membaca. Contohnya nenek saya kepada saya,” saran dia saat dihubungi Cantika, Selasa, 23 Juli 2024.
Menurut penulis novel Merjan Merjan Jiwa ini, anak-anak memerlukan contoh, bukan perintah. Kalau orang tua atau kakak, teman-teman dekat membaca, ia akan ikut membaca. Kalau orang tua menyuruh dia baca, sedangkan orang tua main gadget maka tidak akan digubris. Berikan kepada anak buku yang sesuai minatnya, bukan buku yang menurut orang tua cocok.
“Selamat Hari Anak Nasional. Semoga anak-anak yang gemar membaca hari ini menjadi SDM unggul di masa depan Indonesia.”
Pilihan Editor: Hari Anak Nasional, 5 Isu yang Diserukan Forum Anak Nasional ke Pemerintah
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika