Berita

Viral Ibu Bikin Konten Lecehkan Anak dengan Iming-Iming Rp15 Juta, Ini Kata Psikolog

×

Viral Ibu Bikin Konten Lecehkan Anak dengan Iming-Iming Rp15 Juta, Ini Kata Psikolog

Share this article


Viral di media sosial seorang ibu yang membuat konten melecehkan anak laki-lakinya yang berusia 5 tahun di Tangerang Selatan. Menurut keterangan kepolisian, ibu berinisial R (22) membuat konten tersebut atas perintah orang lain dan dijanjikan uang sebesar Rp15 juta. Saat ini, R telah menjadi tersangka.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengungkap kasus ini terjadi pada Juli 2023 silam. Kasus ini berawal ketika R ditawari pekerjaan melalui Facebook oleh akun dengan nama Icha Shakila pada 28 Juli 2023.

Icha Shakila meminta R untuk mengirimkan foto bugil atau tanpa busana dengan iming-iming akan dikirimkan sejumlah uang. Adanya desakan ekonomi membuat R akhirnya memenuhi permintaan tersebut.

“Kemudian pemilik akun facebook Icha Shakila (DPO) membujuk tersangka untuk mengirimkan foto tanpa busana dengan iming-iming akan dikirimkan sejumlah uang. Karena desakan kebutuhan ekonomi, tersangka R mengirimkan foto tanpa busana milik tersangka,” kata Ade Ary saat dikonfirmasi, Senin (3/6), dilansir dari CNN Indonesia.

Kronologi Ibu Cabuli Anak Kandung di Tangerang Selatan

Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/coldsnowstorm

Pada 30 Juli 2023, Icha Shakila kembali menghubungi R. Kali ini, Icha meminta R untuk membuat sebuah konten video berhubungan badan dengan suami. Jika R menolak, Icha mengancam akan menyebarluaskan foto bugil R.

“Tersangka R diminta untuk membuat video dengan gaya dan skenario dari pemilik akun Facebook Icha Shakila dengan ancaman apabila tidak membuat video yang diminta oleh akun Facebook tersebut maka foto tanpa busana milik tersangka yang pernah dikirim akan disebarluaskan,” ucap Ade Ary.

Kala itu R menolak karena suaminya sedang tidak berada di rumah, hanya ada dirinya dan anak laki-lakinya. Akhirnya, Icha meminta R untuk membuat video asusila itu dengan anaknya. R yang merasa terancam akhirnya melakukan pencabulan terhadap anaknya.

“Tersangka mengikuti perintah dari akun Facebook Icha Shakila untuk membuat video yang bermuatan Pornografi antara tersangka dengan anak kandungnya R (5). Tersangka juga dijanjikan akan dikirim uang sejumlah Rp15 juta,” tutur Ade Ary.

Usai membuat konten video, R mengirimkannya kepada pemilik Facebook Icha Shakila. Lalu, R berusaha menghubungi pemilik akun tersebut, namun tidak ada jawaban dan tidak dapat dihubungi. Uang sebesar Rp15 juta yang dijanjikan tidak diterima R.

“Tersangka mencoba menghubungi pemilik akun Facebook Icha Shakila namun akun Facebook tersebut tidak dapat dihubungi dan juga tidak mengirim sejumlah uang yang telah dijanjikan sebelumnya,” kata Ade Ary.

Konten video asusila itu baru-baru ini ramai diperbincangkan di media sosial. Bahkan, aksi pelecehan itu turut diunggah oleh sang ibu ke media sosial.

Atas aksinya, R kini ditetapkan sebagai tersangka. Ia menyerahkan diri ke Polres Tangerang Selatan pada Minggu (2/6) malam. Dilansir dari CNN Indonesia, ia dikenakan Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 88 jo Pasal 76 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Apa Kata Psikolog?
Pelecehan emosional atau fisik/ Foto : Freepik/ Freepik

Ilustrasi/Foto : Freepik/ Freepik

Menanggapi kasus viral ibu yang lecehkan anak kandungnya, psikolog Sani Budiantini Hermawan mengatakan bahwa hal ini tentu akan menimbulkan rasa shock bagi banyak pihak. Sebab, seorang ibu yang harusnya berperan sebagai pelindung dan memberikan rasa aman malah menimbulkan trauma bagi anak.

Tentu hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa ada orangtua yang tega melakukan pencabulan ke anak kandungnya. Ada banyak faktor yang melatarbelakangi aksi tersebut, Beauties. Bisa jadi karena desakan ekonomi, masalah kecanduan (seperti alkohol, narkoba, pornografi), kekerasan dalam rumah tangga, hingga gangguan jiwa yang diidap orangtua.

“Penyebabnya menurut saya banyak faktor, tapi kalau dilihat bisa saja memang harus dicek kondisi kejiwaan ibu tersebut, apakah memang ibu ini mengalami gangguan kejiwaan, karena kalo seorang ibu yang sehat tidak akan melakukan hal tersebut,” ungkap Sani saat dihubungi lumpkinsjail, Selasa (4/6).


Apa yang Harus Dilakukan?
Teen boy protects himself with his hand in the palm of his inscription

Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Serghei Turcanu

Kasus pencabulan terhadap anak, sayangnya, masih marak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per Januari hingga November 2023, terdapat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak. Dari angka tersebut, didominasi oleh kasus kekerasan seksual.

Kekerasan seksual bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, dan mirisnya pelakunya bahkan bisa dari orang terdekat. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memberi edukasi terhadap anak mengenai bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh.

“Kapan harus diajarkan kepada anak? Semenjak dia bisa berbicara. Misal, tidak ada yang boleh menyentuh area tubuh yang bersifat pribadi. Kalau ada sesuatu yang tidak menyenangkan harus bercerita,” ucap Sani.

“Bukan hanya bagian tubuh yang bersifat pribadi yang tidak boleh disentuh orang lain, namun juga area tubuh lainnya yang terlindungi oleh pakaian. Misalnya perut, paha. Beri pemahaman kepada anak jika ada yang menyentuh bagian tersebut, segera beritahu orang yang ia percaya,” tambahnya.

Cara Mengatasi Trauma pada Anak
Ilustrasi anak marah

Ilustrasi/Foto: Freepik/freepik

Anak yang menjadi korban pencabulan, pelecehan, atau kekerasan seksual tidak menutup kemungkinan akan mengalami trauma. Penanganan pertama adalah dengan mengecek kondisi anak yang menjadi korban.

“Harus dicek dulu kondisi anak seperti apa, kemudian beri anak tempat dan rasa aman,” ujar Sani.

“Setelah itu, kita coba bangun lagi rasa trust atau percaya, karena biasanya anak yang trauma akan kehilangan rasa percaya dengan orang sekitarnya. Bagaimana caranya? Misal anak sudah bisa menulis, bisa kita ajak untuk menuliskan hal-hal yang membuat dia takut. Ada juga play therapy, untuk menyalurkan rasa trauma ke dalam bentuk permainan. Ada pula art therapy yaitu dalam bentuk membuat karya seni, dan lain-lain, yang memang harus melibatkan tenaga ahli seperti psikolog,” tambah Sani.

Namun, jika anak menunjukkan tanda stres berat hingga depresi, maka harus melibatkan psikiater untuk pengobatan.

Dari kasus ini, menurut Sani, harus ada perhatian dari lingkungan dan tanggung jawab sosial yang perlu diperhatikan masyarakat.

“Misal kita tahu tetangga atau saudara melakukan hal sepeerti itu, harus kita ingatkan. Penting juga adanya penyuluhan atau sosialisasi dari pemerintah terkait, bahwa orangtua adalah pelindung anak, bukan sebaliknya,” tutup Sani.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di lumpkinsjail? Yuk gabung ke komunitas pembaca lumpkinsjail, Lumpkinsjail.org.


(naq/naq)



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *