Berita

5 Fase Rawan dalam Lika-liku Pernikahan, Bisa Diantisipasi dari Sekarang!

×

5 Fase Rawan dalam Lika-liku Pernikahan, Bisa Diantisipasi dari Sekarang!

Share this article


Pernikahan menjadi ikatan yang diharapkan bertahan seumur hidup. Mengingat pernikahan adalah ibadah yang sangat panjang, tak heran banyak orang yang berpikir matang sebelum mewujudkannya. 

Perjalanan dalam membangun rumah tangga lumrah menemui fase rawan. Kamu yang saat ini masih berstatus pengantin baru tidak perlu takut menghadapi krisis pernikahan yang mungkin terjadi. Sebab mampu melewati krisis pernikahan merupakan tanda bahwa hubunganmu sedang berkembang.

Lalu fase rawan apa yang dimaksud? Berikut ini kami rangkum dari laman  Bright Side.

Tahun Pertama Pernikahan: Tahap Realisasi






Tahap realisasi/ Foto: Freepik.com/Jcomp

Tahap realisasi umum terjadi setelah 6-12 bulan hidup bersama, ungkap Rita DeMaria, seorang terapis pernikahan dan keluarga kepada Bright Side. Di fase tersebut kamu mulai melihat kekurangan pasangan diluar kebiasaannya yang bagimu kurang menyenangkan.

Kekurangan pasangan tersebut jangan dijadikan alasan untuk saling menggugat, karena di fase tersebut kamu dan pasangan perlu belajar bekerjasama sebagai sebuah tim.

Kamu dan pasangan perlu saling berbicara jujur tentang kekurangan masing-masing untuk bisa saling menerima. Ingat, tidak ada pasangan yang sempurna sehingga kalian perlu belajar bahwa alih-alih mendebatkan kelemahan masing-masing, fokuslah dengan kelebihan yang dimiliki. 

Capailah kesepakatan dan kompromi apabila kekurangan dari masing-masing pribadi ternyata bisa dirubah secara perlahan-lahan. Pada poin ini, komunikasi merupakan hal yang penting diterapkan.


3-4 Tahun Menikah: “Zona Nyaman” yang Berbahaya

3-4 tahun menikah/ Foto: Freepik.com/freepik

Fase rawan yang satu ini mungkin menjadi salah satu penyebab mengapa banyak pasangan bercerai di usia pernikahan sekitar 3 tahun. Penelitian yang dilakukan terhadap 2.000 pasangan menikah di Inggris menunjukkan bahwa dalam 3 setengah tahun, pasangan mulai menganggap remeh satu sama lain, dan berhenti mengatakan kalimat sayang satu sama lain.

Di masa ini setiap pasangan menemukan “zona nyaman” masing-masing. Di satu sisi, hal tersebut merupakan perasaan aman dan rileks yang luar biasa, namun di sisi lain, hal-hal tidak menyenangkan menjadi hal biasa dalam hidup mereka sehingga bisa menjadi hal yang berbahaya bagi hubungan. 

Untuk itu, pasangan perlu saling mengesampingkan perasaan cuek mereka dan kembali membiasakan untuk saling memuji. Tumbuhkan lagi perasaan romantis dengan mengungkapkan rasa cinta atau memberikan kejutan-kejutan kecil.

5-7 Tahun Menikah: Fenomena 7 Tahun Pernikahan

Fenomena 7 Tahun Pernikahan/ Foto: Freepik.com/diana.grytsku

Dikatakan bahwa dalam psikologi barat, usia pernikahan 7 tahun adalah salah satu masa paling kritis dalam setiap pernikahan. Di waktu tersebut, pasangan sudah memiliki kehidupan yang baik, hubungan yang mapan, dan pasangan memperlakukan satu sama lain seolah-olah mereka sedang melakoni peran suami istri secara otomatis, yang merupakan kesalahan besar.

Dampaknya, ketertarikan terhadap satu sama lain berkurang karena rutinitas. Untuk itu, pasangan perlu mempertahankan berlangsungnya komunikasi yang lebih tulus dan emosional.

Masalah kecil yang ada juga perlu diselesaikan secepat mungkin dan tidak membiarkannya berlarut-larut. Agar hubungan lebih fresh, kamu dan pasangan juga bisa merencanakan sesuatu yang bisa direalisasikan di masa depan, seperti berlibur, berencana membeli perabot baru, atau bahkan merenovasi rumah.

10-15 Tahun Menikah: Masa yang Sulit

Masa yang Sulit/ Foto: Freepik.com/yanalya

Usia pernikahan ke-10 tahun menjadi ambang batas tersulit dalam hubungan. Pada periode waktu tersebut, perempuan mempunyai tanggung jawab yang sangat besar karena perlu mengurus anak, mengurus rumah, dan bahkan juga harus bekerja.

Kurangnya waktu istirahat dari tanggungjawab tersebut membuat kualitas hubungan juga ikut menurun. Bahkan di masa tersebut suami mulai menganggap istrinya kurang menarik.

Jangan kalah dengan ego ya, Beauties. Di fase ini, kamu disarankan untuk lebih sering bercanda dengan pasangan serta fokus pada sisi positif pernikahan dan kelebihan yang dimiliki pasangan.

Tidak perlu membandingkan kondisi pernikahanmu dengan kisah cinta orang lain karena setiap rumah tangga memiliki standar kebahagiaannya masing-masing.

20-30 Tahun Menikah: Krisis Paruh Baya dan “Perceraian Abu-Abu”

Perceraian Abu-Abu/ Foto: Freepik.com/freepik

Berita tentang seseorang yang bercerai  setelah 20 tahun pernikahan mungkin cukup mengejutkan banyak orang. Orang-orang berpikir jika pasangan bisa bertahan selama 20 tahun pernikahan, bukankah cukup mudah untuk mempertahankannya 10 tahun kedepan?

Nyatanya, fase rawan juga terjadi di usia 20 – 30 tahun setelah menikah. Krisis 20 tahun pernikahan terjadi karena krisis paruh baya pribadi kedua pasangan.

Efeknya diperburuk dengan apa yang disebut sindrom sarang kosong, yaitu ketika anak-anak tumbuh besar dan meninggalkan rumah keluarga sementara pasangannya tinggal sendirian, seperti pada awal hubungan mereka. Pasangan mungkin merasa pernikahan mereka telah habis karena misi utamanya telah selesai atau mengalami “perceraian abu-abu”.

Untuk mencegahnya, pasangan bisa mencari makna dari keberadaan satu sama lain. Jika hanya tinggal berdua saja sementara anak-anak sudah mandiri, maka kamu dan pasangan bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Seperti melakukan olahraga bersama, membuat tujuan baru atau bahkan berlibur bersama.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di lumpkinsjail? Yuk, gabung ke komunitas pembaca lumpkinsjail Lumpkinsjail.org. Caranya DAFTAR DI SINI!


(sim/sim)



Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *